Kamis, 24 Oktober 2013

Puisi dengan judul Tak Seharusnya kau lakukan dengan tema: Anti Korupsi,



Tak Seharusnya Kau Lakukan
Karya : Wira Indah

Tatapan rakyat jelata seolah tak dihiraukan
Kelunglaian tubuh tak berdaya sedang kau lecehkan
Kau hancurkan jiwanya bagaikan anjing perompak di tengah lautan
Tragis melanda rakyat yang kau kucilkan

                        Di mana harga dirimu ?
                        Di mana sosok kewibawaanmu ?
                        Dimana janji yang kau sumpahkan ?
                        Di mana… di mana…?

Kau merasa dirimu paling sempurna
Kau ambil kesempatan tak sia-sia
Tak kau kenal hukum karma
Tak kau kenal saudarimu makan atau tidak…!

                        Mengapa kau lakukan itu ?
                        Mengapa… mengapa…?

Kau kaya tujuh keturunan
Kau gila dengan kekayaan yang kau dapat dari tak sepantasnya
Kau gila dengan harta yang kau dapat dari tak sepantasnya
Kau gila dengan wanita yang kau dapat dari tak sepantasnya

                        Tapi…
                        Lima belas keturunanmu nanti, pasti yakin kau terima
Bertobatlah wahai kaum hawa…
Tak bisakah kau melihat benda bernyawa di bawah sana…?
Seminggu di kolong jembatan belum dapat menyentuh makanan
Mempertaruhkan nyawa masuk ke dalam hutan belantara hanya untuk sesuap nasi

                        Lihat nasib orang-orang yang kau rendahkan
                        Lihat generasi muda yang butuh perhatian pendidikan
                        Lihatlah pembangunan yang kurang sedap dipandang
                        Lihatlah pendidikan yang masih kucar-kacir

Ya Tuhan… Engakau maha pemurah
Anugerahilah pada pemimpin agar berlaku adil
Karena kita tahu Indonesia kaya raya
Tentu butuh pemimpin yang kau dambakan… Ya Tuhan.

Selasa, 08 Oktober 2013

Puisi Politik berjudul Para Aristokrat



Para Aristokrat

Saat itu aku masih sangat kecil, lugu, tak berdosa
Masih berada di dalam rahim ibuku yang amat tipis
Ketika itu aku masih belum mengerti tentang apa-apa
Pendidikan, sosial, politik, ekonomi, sedih, bahagiapun aku belum merasakannya
Hanya mampu bernafas, bergerak, merasakan apa yang ibuku rasakan
Kakiku mulai menendang, tanganku mulai meracau tak karuan
Hingga aku menangis di hadapan orang-orang yang tak ku kenali
Aku hidup hanya bersama ibuku yang selalu ingin menuntut keadilan
Dimasa-masa kecilku dulu aku sering melihat orang-orang yang terlantarkan
Bahkan ibuku berargumen di hadapan para bangsawan demi orang yang tak dikenalnya
Tak seorangpun menghiraukan ibuku, bahkan para aristokratis mentertawakannya
Politik di dunia ini sangatlah kejam, membuat ibuku mencari jarum dalam tumpukan jerami
Bahkan ibuku pergi meninggalkan diriku dalam bumi yang gersang dan gelap ini
Waktu terus berjalan, kini aku berumur 14 tahun
Aku mencoba mengerti dan terjun dalam dunia ibuku dulu
Memberanikan diriku berperang dalam halimun yang kejam
Sekumpulan orang berusaha menyaraukan diriku dan mengucilkanku dalam persekutuan
Aku tidak menghiraukannya dan semua itu aku anggap sampah yang baru ku buang
Setiap bangsawan yang ku temui selalu mengutarakan janji-janji palsunya
Sedangkan diriku trauma akan segala janji yang ku buat
Detik, menit, jam, hari, minggu, bulan, bertahun-tahun aku memikirkan
Hanya sebuah kalimat dengan kata-kata yang tak begitu indah
Itu adalah “Jangan pernah membuat janji jika kau tak bisa menepatinya”.